Jenis-Jenis Sertifikat Tanah Dan Bangunan
Salah satu hal terpenting yang harus diperhatikan ketika ingin
membeli tanah atau rumah adalah kelengkapan dokumen tanah atau rumah
tersebut. Tak hanya kelengkapan dokumen, tapi Anda juga harus mengetahui
jenis sertifikat tanah dan bangunan tersebut. Cara agar mengetahui
status tanah atau rumah adalah dengan meminta bantuan notaris atau
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk mengecek status tanah atau rumah
itu. Hal tersebut sangat penting dilakukan untuk menghindari hal yang
tidak diinginkan, seperti terjadinya sengketa lahan, ditemukannya
kepemilikan ganda, dan lain-lain. Maka dari itu, Anda wajib mengetahui
apa saja jenis-jenis sertifikat tanah dan bangunan. Berikut
penjelasannya:
1. Girik
Girik sebenarnya bukan termasuk salah satu jenis sertifikat tanah dan
bangunan, melainkan suatu bukti pembayaran pajak atas suatu lahan.
Lahan dengan status girik biasanya adalah lahan bekas hak milik adat
atau warisan leluhur yang belum didaftarkan di Badan Pertahanan Nasional
(BPN). Girik tidak memiliki kekuatan status hukum seperti sertifikat,
tapi girik dapat dijadikan dasar untuk membuat sertifikat tanah.
Jika Anda ingin membeli lahan yang hanya memiliki bukti girik, mesti
dipastikan dengan sangat teliti bahwa nama yang tertera di dalam dokumen
harus sama dengan nama yang tertera dalam akta jual-beli. Selain itu,
harus dibuktikan juga dengan dokumen pendukung yang dapat diterima yang
merupakan sejarah kepemilikan lahan sebelumnya. Sejarah tersebut
diperlukan jika Anda ingin meningkatkan status hukum suatu lahan menjadi
Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atau Sertifikat Hak Milik (SHM).
Proses untuk mengubah status lahan menjadi SHM atau SHGB membutuhkan
waktu antara satu hingga dua tahun.
2. Sertifikat Hak Guna Bangunan
Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) merupakan jenis sertifikat yang
dikeluarkan untuk sebuah bangunan, bukan lahan. Dengan memiliki SHGB,
seseorang dapat memanfaatkan lahan tersebut untuk mendirikan bangunan
atau untuk keperluan lain dalam kurun waktu tertentu. Untuk status
kepemilikan lahan berada di tangan negara. Sertifikat Hak Guna Bangunan
(SHGB) mempunyai batas waktu tertentu, misalnya 30 tahun, dan dapat
diperpanjang untuk waktu 20 tahun. Setelah melewati batas waktu yang
telah ditentukan, pemegang sertifikat harus mengurus perpanjangan
SHBG-nya.
Biasanya lahan dengan status SHGB digunakan untuk membangun
apartemen, perkantoran, dan perumahan. Anda harus berhati-hati jika
ingin membeli rumah yang masih berstatus SHGB, sebab Anda tidak memiliki
kuasa atas tanah tersebut dan tidak dapat mewariskannya turun-temurun.
Bangunan dengan SHGB boleh dimiliki oleh non warga negara Indonesia (non
WNI). Jenis sertifikat SHGB ini dapat dijadikan sebagai agunan jika
Anda hendak mengajukan pinjaman ke bank.
3. Sertifikat Hak Milik
Sertifikat Hak Milik (SHM) merupakan jenis sertifikat tanah dan
bangunan yang paling kuat secara hukum. Pemilik dengan SHM memiliki hak
penuh atas kepemilikan suatu lahan pada kawasan dengan luas tertentu
yang telah disebutkan dalam sertifikat tersebut. SHM memiliki bukti
kepemilikan paling valid dan tidak memiliki batasan waktu seperti yang
terdapat pada SHGB. Jika sewaktu-waktu terjadi masalah atau sengketa,
maka nama yang tercantum dalam SHM adalah pemilik sah berdasarkan hukum.
Sertifikat ini juga dapat dijadikan jaminan yang kuat untuk jaminan
kredit. Namun, jangan sampai Anda bermasalah dengan kredit atau utang
terhadap bank, sebab tanah dan bangunan Anda bisa jadi akan disita oleh
bank. Sertifikat Hak Milik hanya dapat dimiliki oleh Warga Negara
Indonesia (WNI).
4. Sertifikat Hak Satuan Rumah Susun/Strata Title
Selain jenis sertifikat untuk lahan, rumah tapak, atau perkantoran,
ada juga sertifikat yang dikeluarkan sebagai bukti kepemilikan rumah
susun, yakni sertifikat Hak Satuan Rumah Susun (SHSRS) atau biasa
disebut juga dengan hak strata title. Sebenarnya, bangunan vertikal
untuk tempat tinggal ada tiga jenis, yakni rumah susun, apartemen, dan
kondominium. Namun, untuk memudahkan, Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985
menggunakan istilah rumah susun yang mengacu pada seluruh jenis bangunan
vertikal untuk tempat tinggal.
Adapun SHSRS berhubungan dengan kepemilikan seseorang atas unit
apartemen atau rumah susun yang dibangun di atas tanah dengan
kepemilikan bersama. Hak milik atas satuan rumah susun bersifat
perorangan dan terpisah. Akan tetapi, selain atas kepemilikan atas
satuan rumah susun, SHSRS juga meliputi hak kepemilikan bersama, atau
yang disebut sebagai bagian bersama, tanah bersama, dan benda bersama
yang terpisah dari kepemilikan satu rumah susun. Artinya, pemegang SHSRS
juga berhak untuk menikmati fasilitas umum yang ada di apartemen atau
rumah susun, seperti area parkir, taman, masjid, kolam renang, pusat
kebugaran, dan sebagainya. Inilah yang sering disebut sebagai strata
title.
Jangka waktu SHSRS/strata title biasanya mengikuti status tanah di
mana bangunan rumah susun itu berdiri. Jika status tanahnya masih
merupakan HGB, pada akhir masa penggunaan bangunan, hak pemilik
sertifikat strata title harus bersama-sama memperpanjang HGB atas
tanahnya.
Selain keempat jenis sertifikat kepemilikan tanah atau bangunan di
atas, ada beberapa status hak guna atas tanah dan bangunan yang lain,
seperti Hak Guna Usaha dan Hak Pakai, tapi bukan hak kepemilikan atas
tanah atau rumah.
1. Hak Guna Usaha
Hak Guna Usaha adalah tanah negara yang telah diberikan hak untuk
diusahakan oleh individu maupun badan usaha, misalnya digunakan untuk
peternakan, pertanian, perikanan, dan lain-lain. Luas tanah yang dapat
dijadikan sebagai HGU minimal 5 hektare dan maksimal 25 hektare. Untuk
masa pemakaiannya maksimal 35 tahun dan dapat diperpanjang maksimal 25
tahun, tapi dalam jangka waktu tersebut HGU dapat dialihkan ke pihak
lain. Pengajuannya selambat-lambatnya dua tahun sebelum masa pemakaian
berakhir. Hak Guna Usaha hanya dapat digunakan pada sebidang tanah dan
tidak berhubungan dengan bangunan rumah.
2. Hak Pakai
Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan atau mengambil hasil dari
tanah yang dimiliki negara atau pihak lain yang memberi kuasa pada pihak
kedua melalui perjanjian yang berkaitan dengan pengelolaan tanah. Jadi,
ini bukan perjanjian sewa-menyewa. Hak Pakai diberikan selama jangka
waktu tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan
tertentu. Pemberian hak pakai juga tidak boleh disertai syarat-syarat
yang mengandung unsur-unsur pemerasan.