Sabtu, 22 Agustus 2015

Jenis-Jenis Sertifikat Tanah Dan Bangunan

Jenis-Jenis Sertifikat Tanah Dan Bangunan

Salah satu hal terpenting yang harus diperhatikan ketika ingin membeli tanah atau rumah adalah kelengkapan dokumen tanah atau rumah tersebut. Tak hanya kelengkapan dokumen, tapi Anda juga harus mengetahui jenis sertifikat tanah dan bangunan tersebut. Cara agar mengetahui status tanah atau rumah adalah dengan meminta bantuan notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk mengecek status tanah atau rumah itu. Hal tersebut sangat penting dilakukan untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, seperti terjadinya sengketa lahan, ditemukannya kepemilikan ganda, dan lain-lain. Maka dari itu, Anda wajib mengetahui apa saja jenis-jenis sertifikat tanah dan bangunan. Berikut penjelasannya:

1. Girik

Girik sebenarnya bukan termasuk salah satu jenis sertifikat tanah dan bangunan, melainkan suatu bukti pembayaran pajak atas suatu lahan. Lahan dengan status girik biasanya adalah lahan bekas hak milik adat atau warisan leluhur yang belum didaftarkan di Badan Pertahanan Nasional (BPN). Girik tidak memiliki kekuatan status hukum seperti sertifikat, tapi girik dapat dijadikan dasar untuk membuat sertifikat tanah.
Jika Anda ingin membeli lahan yang hanya memiliki bukti girik, mesti dipastikan dengan sangat teliti bahwa nama yang tertera di dalam dokumen harus sama dengan nama yang tertera dalam akta jual-beli. Selain itu, harus dibuktikan juga dengan dokumen pendukung yang dapat diterima yang merupakan sejarah kepemilikan lahan sebelumnya. Sejarah tersebut diperlukan jika Anda ingin meningkatkan status hukum suatu lahan menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atau Sertifikat Hak Milik (SHM). Proses untuk mengubah status lahan menjadi SHM atau SHGB membutuhkan waktu antara satu hingga dua tahun.

2. Sertifikat Hak Guna Bangunan

Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) merupakan jenis sertifikat yang dikeluarkan untuk sebuah bangunan, bukan lahan. Dengan memiliki SHGB, seseorang dapat memanfaatkan lahan tersebut untuk mendirikan bangunan atau untuk keperluan lain dalam kurun waktu tertentu. Untuk status kepemilikan lahan berada di tangan negara. Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) mempunyai batas waktu tertentu, misalnya 30 tahun, dan dapat diperpanjang untuk waktu 20 tahun. Setelah melewati batas waktu yang telah ditentukan, pemegang sertifikat harus mengurus perpanjangan SHBG-nya.
Biasanya lahan dengan status SHGB digunakan untuk membangun apartemen, perkantoran, dan perumahan. Anda harus berhati-hati jika ingin membeli rumah yang masih berstatus SHGB, sebab Anda tidak memiliki kuasa atas tanah tersebut dan tidak dapat mewariskannya turun-temurun. Bangunan dengan SHGB boleh dimiliki oleh non warga negara Indonesia (non WNI). Jenis sertifikat SHGB ini dapat dijadikan sebagai agunan jika Anda hendak mengajukan pinjaman ke bank.

3. Sertifikat Hak Milik

Sertifikat Hak Milik (SHM) merupakan jenis sertifikat tanah dan bangunan yang paling kuat secara hukum. Pemilik dengan SHM memiliki hak penuh atas kepemilikan suatu lahan pada kawasan dengan luas tertentu yang telah disebutkan dalam sertifikat tersebut. SHM memiliki bukti kepemilikan paling valid dan tidak memiliki batasan waktu seperti yang terdapat pada SHGB. Jika sewaktu-waktu terjadi masalah atau sengketa, maka nama yang tercantum dalam SHM adalah pemilik sah berdasarkan hukum. Sertifikat ini juga dapat dijadikan jaminan yang kuat untuk jaminan kredit. Namun, jangan sampai Anda bermasalah dengan kredit atau utang terhadap bank, sebab tanah dan bangunan Anda bisa jadi akan disita oleh bank. Sertifikat Hak Milik hanya dapat dimiliki oleh Warga Negara Indonesia (WNI).

4. Sertifikat Hak Satuan Rumah Susun/Strata Title

Selain jenis sertifikat untuk lahan, rumah tapak, atau perkantoran, ada juga sertifikat yang dikeluarkan sebagai bukti kepemilikan rumah susun, yakni sertifikat Hak Satuan Rumah Susun (SHSRS) atau biasa disebut juga dengan hak strata title. Sebenarnya, bangunan vertikal untuk tempat tinggal ada tiga jenis, yakni rumah susun, apartemen, dan kondominium. Namun, untuk memudahkan, Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985 menggunakan istilah rumah susun yang mengacu pada seluruh jenis bangunan vertikal untuk tempat tinggal.
Adapun SHSRS berhubungan dengan kepemilikan seseorang atas unit apartemen atau rumah susun yang dibangun di atas tanah dengan kepemilikan bersama. Hak milik atas satuan rumah susun bersifat perorangan dan terpisah. Akan tetapi, selain atas kepemilikan atas satuan rumah susun, SHSRS juga meliputi hak kepemilikan bersama, atau yang disebut sebagai bagian bersama, tanah bersama, dan benda bersama yang terpisah dari kepemilikan satu rumah susun. Artinya, pemegang SHSRS juga berhak untuk menikmati fasilitas umum yang ada di apartemen atau rumah susun, seperti area parkir, taman, masjid, kolam renang, pusat kebugaran, dan sebagainya. Inilah yang sering disebut sebagai strata title.
Jangka waktu SHSRS/strata title biasanya mengikuti status tanah di mana bangunan rumah susun itu berdiri. Jika status tanahnya masih merupakan HGB, pada akhir masa penggunaan bangunan, hak pemilik sertifikat strata title harus bersama-sama memperpanjang HGB atas tanahnya.
Selain keempat jenis sertifikat kepemilikan tanah atau bangunan di atas, ada beberapa status hak guna atas tanah dan bangunan yang lain, seperti Hak Guna Usaha dan Hak Pakai, tapi bukan hak kepemilikan atas tanah atau rumah.

1. Hak Guna Usaha

Hak Guna Usaha adalah tanah negara yang telah diberikan hak untuk diusahakan oleh individu maupun badan usaha, misalnya digunakan untuk peternakan, pertanian, perikanan, dan lain-lain. Luas tanah yang dapat dijadikan sebagai HGU minimal 5 hektare dan maksimal 25 hektare. Untuk masa pemakaiannya maksimal 35 tahun dan dapat diperpanjang maksimal 25 tahun, tapi dalam jangka waktu tersebut HGU dapat dialihkan ke pihak lain. Pengajuannya selambat-lambatnya dua tahun sebelum masa pemakaian berakhir. Hak Guna Usaha hanya dapat digunakan pada sebidang tanah dan tidak berhubungan dengan bangunan rumah.

2. Hak Pakai

Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan atau mengambil hasil dari tanah yang dimiliki negara atau pihak lain yang memberi kuasa pada pihak kedua melalui perjanjian yang berkaitan dengan pengelolaan tanah. Jadi, ini bukan perjanjian sewa-menyewa. Hak Pakai diberikan selama jangka waktu tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu. Pemberian hak pakai juga tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar